Berhala

Beruntung sekali saya nemu buku ini tanpa sengaja. Ternyata isinya bagus, cara berceritanya waduh, keren banget, saya terkagum-kagum sembari baca. 13 cerpen yang ditulis dalam kurun waktu tahun 1979 s/d 1986 ini hampir seluruhnya saya beri score 5/5.

Walaupun judulnya Berhala, tidak ada cerpen yang dengan judul tersebut di buku ini. Berhala merupakan benang merah dari keseluruhan cerpen yang isinya keterikatan pada hal-hal yang sifatnya duniawi.

Berhala juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Prancis, dan Jepang. Buku yang saya miliki merupakan cetakan pertama dari DIVA Press tahun 2017. Sampulnya dibuat oleh Amalina, sebuah ilustrasi sebuah tangan yang menyibak langit, cakep banget dengan warna biru tua dan merah. Di halaman pembuka terdapat pengantar dari Umar Kayam tentang novel-novel Darmanto.

! – 4/5
Zizit, adik perempuannya selalu membuat ia jengkel dengan sikap sok dermawannya. Tiap hari Zizit menggantungkan nasi bungkus di pagar dan menyediakan sejumlah uang untuk pengemis yang datang ke depan rumah.

“Aku tidak mau mereka mengotori pemandanganku. Mengotori tempatku. Bikin risi aku. Aku seorang yang bersih sudah sepantasnya menghindari yang kotor-kotor. Adalah hakku untuk tidak sudi melihat mereka. Hakku, Zizit!”

Panggung – 5/5
Dari keseluruhan isi buku, cerpen ini yang paling saya suka. Plot twistnya banyak.

Bercerita tentang anak seorang pejabat tinggi Bappenas yang membenci kemunafikan bapaknya. Dengan tega, dia menembak ayahnya dengan pistol di depan para pejabat Bappenas dan pejabat IGGI.

“Kebencianmu terhadap ayahmu sudah kelewatan.”

Pelajaran Pertama Seorang Wartawan – 5/5
Bambang, merupakan wartawan yang masih baru, jam terbangnya masih pendek, namun dia mempunyai prinsip yang kuat. Dia selalu menolak amplop yang ditawarkan, bahkan dengan kepolosannya, dia tidak mampu membedakan uang saku dan amplop. Kenaifannya itu membuatnya berada dalam situasi yang pelik.

“Mas tidak berbakat jadi wartawan.”

Memang Lidah Tak Bertulang – 5/5
Dalam pengejarannya menangkap Kasfar, penjahat kakap di sebuah gubuk, Kasfar minta ampun padanya untuk tidak ditangkap. Apa saja akan dia lakukan asal bebas demi keluarganya.

“Kami butuh beking, Pak. Jika Bapak tidak keberatan….”

”Anakmu bukanlah anakmu,” ujar Gibran – 5/5
Niken, anaknya yang masih mahasiswi di fakultas kedokteran mengaku hamil. Siapa yang menghamilinya, Niken tidak mau mengaku. Demi nama baik keluarga, untuk sementara Niken disembunyikan di sebuah rumah kontrakan sampai ia melahirkan.

“Niken adalah anak saya. Biarlah keputusan akhir berada di tangan saya dan istri saya.”

Selamat Jalan, Nek – 4/5
Eyang putri telah mendidik anak cucunya untuk mengerti hari. Menghargai hari. Lalu memilih hari baik untuk kematiannya.

“Eyang bakal mati pada Selasa Kliwon dini hari, tujuh hari mendatang.”

Dinding Ibu – 4/5
Hari itu dia diminta hadir dalam pertemuan yang dianggap penting dalam hidup ibunya. Di sebuah hotel mewah, Ayah, dia dan adik-adiknya untuk pertama kalinya menyaksikan kembaran Ibunya.

Pundak yang Begini Sempit -5/5
Setiap kali dia mengerjakan pekerjaannya sebagai petrus (penembak misterius), lelaki berkerudung itu tiba-tiba muncul di dekat targetnya. Ia membunuh hanya dengan memejamkan matanya.

“Pasti ia tukang santet yang membunuh dengan ilmu hitamnya.”

Gemertak dan Serpihan-Serpihan – 5/5
Iming-iming uang dan sepetak tanah membuat dia bersedia membakar seluruh rumah petak dikampungnya yang terancam digusur. Namun tidak semua bersedia angkat kaki.

“Kita akan bertahan di sini sampai titik darah penghabisan.”

Dinding Anak – 5/5
Ketika dia koma di rumah sakit, dilihatnya Izrail, malaikat maut muncul di hadapannya. Namun Tuhan masih memberinya kesempatan hidup.

Selang lama berlalu, tiba-tiba dia melihat Izrail muncul di halaman rumahnya. Namun bukan dia yang didekati, melainkan Bibit, anak bungsunya yang masih berusia 4 tahun.

“Ini tidak adil! Mengapa justru Bibit yang dipilih? Kenapa bukan saya, bangkotannya. Kenapa bukan kamu, ibunya?”

Pageblug – 3/5
Sudah tiga minggu sebanyak 21 desa diserang pageblug, wabah. Pak Kiai Kasan mengumpulkan anak-anak untuk melawan wabah. Berbekal obor dan tembang, mereka berkeliling ke seluruh desa.

Langit Menganga – 5/5
Sudah satu bulan Ayahnya ditahan karena dituduh melakukan pembunuhan. Ayahnya memang jelas seorang dukun, namun mereka sekeluarga tidak percaya, bagaimana mungkin Ayahnya pembunuh? Misteri yang menyelimuti Ayahnya sulit dibedah oleh siapa pun, termasuk keluarganya.

Cendera Mata 4/5
Wiwin, gadis kecil murid SD Palmerah mendadak terkenal karena air matanya. Ketika menangis, air matanya mengeluarkan benang. Keanehannya membuat ia dikenal banyak orang, bahkan sampai bertemu dengan Presiden.

Komunikasi

Gara-gara Pemilu dan sering mengamati tokoh-tokoh yang bicaranya keren, saya jadi termotivasi dan pengen punya strategi komunikasi yang lebih baik.

Maka mulailah saya mencari buku tentang komunikasi.

Buku yang saya punya merupakan versi terjemahan dari Renebook. Isinya ternyata lumayan menarik, ada 44 ide komunikasi yang bisa diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari agar dapat berbicara lebih efektif.

Tiap ide dibahas secara ringkas dan to the point, rata-rata sekitar 2 halaman. Jadi nggak ngabisin waktu baca dikala sibuk melanda.

Ada 1 hal yang menarik yang ingin saya ceritakan kembali di sini.

Ernest Hemingway pernah mengklaim bahwa ia bisa menulis novel dalam enam kata. Saat teman-temannya bertaruh $10 bahwa ia cuma membual, Hemingway udah selesai menulis di kertas tisu, “Dijual : sepatu bayi, belum pernah dipakai.”

Kalimat singkat yang bisa menggambarkan sebuah kesedihan kehilangan bayi.

Selain itu Larry Smith, pendiri dan editor majalah Smith, punya pertanyaan standar dalam beberapa wawancara, “Bisakah Anda menyampaikan kisah hidup Anda dalam enam kata?”

Langsung mikir kan? Wkwk.

Prinsip enam kata membuat kita tidak berbelit-belit atau ngalor ngidul yang tidak ada ujungnya. Sehingga sebelum menulis atau berbicara, kita bisa mengajukan pertanyaan ini pada diri sendiri: Apa yang benar-benar ingin saya katakan dan bisakah saya mengatakannya dengan lebih ringkas?

Buku bagus, praktis dan bisa dibaca berulang-ulang untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-sehari.

Bagaimana Cara Menurunkan Berat Badan

Akhirnya baca ini juga setelah banyak yang bilang bagus. Novelnya tipis, cuma 149 halaman. Covernya menarik, colorfull, ilustrasinya keren. Di bagian atasnya ada embel-embel “Juara II Sayembara Novel DKJ 2021” yang sukses membuat saya ingin segera membacanya.

Sejak halaman pertama, buku ini menyuguhkan dengan sudut pandang ‘kamu’. Menurut saya ini unik banget, saat baca saya jadi lebih meresapi karakter si tokoh, karena dibilang ‘kamu’. Serasa saya jadi tokoh utamanya.

Berawal dari vonis dokter yang mengatakan bahwa ‘kamu’ kemungkinan hanya bisa bertahan hidup paling lama 2 tahun lagi akibat obesitas. ‘kamu’ pun jadi panik. Dengan berat badan 172 kg rasanya mustahil untuk punya berat badan ideal. Dokter menyarankan operasi bariatrik, namun ‘kamu’ ragu, selain mahal juga belum tentu berhasil.

Sampai suatu hari ‘kamu’ melihat iklan reality show XXXL yang didukung banyak ahli. Walau pacarmu tidak setuju, ‘kamu’ tetap mengambil keputusan untuk mengikuti ajang tersebut. Lagipula tubuh ini milikmu, bukan punya pacarmu. Bersama para ahli, dengan berat badan 172 kg tampaknya ada harapan untuk mengubah pola hidup sehat dan mencapai berat badan ideal.

Yup, ‘kamu’ ingin sehat dan hidup lebih lama.

Seru sekali ceritanya, tahu-tahu udah nyampe ending. Dengan sudut pandang ‘kamu’, saya diseret si penulis untuk merasakan betapa sulitnya menjadi gadis 20 tahun yang obesitas. Lingkungan sekeliling yang kerap membully, sulitnya menahan godaan pada makanan dan minuman soda, bahkan untuk bergerak aja ngos-ngosan.

Pola makan yang kacau, seperti makan nasi padang 2 bungkus, minum aspirin dengan soda, belum lagi melahap junk food dengan porsi banyak, dan sebagainya, membuat saya gemas, namun saya tidak tega mengejeknya. Bukankah tokoh utamanya ‘kamu’? Masa ‘kamu’ membully diri sendiri? Duh.

Walau ceritanya disajikan dengan ringan, saya yakin risetnya cukup mendalam. Seusai baca, banyak hal yang bisa direnungkan, pesan moralnya juga banyak tersirat di buku ini. Bintang 5/5 untuk buku ini.

Lauk Daun

Buku ini menceritakan tentang situasi saat pandemi. Awalnya saya mengira “Lauk Daun” itu menu sehat saat pandemi yang terdiri dari sayur-mayur. Ternyata salah dong, “Lauk Daun” merupakan penyebutan simpel dari kata lockdown. Oalah.

Saya agak bingung bikin review buku ini. Terlalu banyak tokoh dan terlalu banyak kejadian. Tokoh utamanya tidak jelas yang mana, konflik utamanya juga membingungkan saking banyaknya kejadian.

Singkatnya begini, sebelum pandemi, kampung Merdeka dipimpin oleh Pak As sebagai ketua RT. Bu As yang ambisius dengan jabatan ketua PKK, membuat banyak acara dan wacana yang bukannya mendapat pujian, malah bikin ibu-ibu jengkel dengan seabrek kegiatan. Mulai dari jalan sehat, senam aerobics, sampai menciptakan kampung hijau. Perlawanan pun muncul di sana-sini, termasuk di grup chat ibu-ibu.

Lalu tibalah saat pandemi, waktunya berbarengan dengan pergantian RT. Ibu As pun diganti oleh Bu Rusdi. Saat situasi lockdown, bukannya suasana hening dan tenang, suasana di Kampung Merdeka justru makin panas. Bu Rusdi sebagai ketua PKK yang baru, makin stres dengan pro-kontra sebagian warga akibat penutupan portal saat lockdown, lalu menyulut pertengkaran sengit ibu-ibu di chat. Mendadak semua tokohnya jadi antagonis, semuanya menyebalkan. Terutama Yayuk.

Yayuk, wanita yang bolak-balik kawin cerai dan sering menjadi bahan gosip, akhirnya saat lockdown bisa membalaskan dendamnya pada ibu-ibu yang menyakiti hatinya. Endingnya astaga, Yayuk, kamu sadis banget.

Banyak dialog sehari-hari yang lucu dan receh. Walaupun kehidupan bertetangga seperti ini cukup relate dengan kehidupan saya, namun cerita yang dikemas secara satire ini bukan selera saya.

Senja dan Cinta yang Berdarah

Huwaah, lega! Akhirnya selesai baca kumpulan novel yang tebel banget. 816 halaman, pemirsa! Kebayang nggak betapa tebalnya buku ini. Ada 85 cerpen. Buku ini tergeletak dalam keadaan terbuka selama berbulan-bulan. Saya membacanya perlahan sembari ngopi di pagi hari. Untungnya ukuran tulisannya lumayan besar, enak dibaca tanpa kacamata, jadi nggak bikin males duluan.

Berhubung cerpen-cerpen ini pernah dimuat di media cetak, maka ilustrasi dari media tersebut juga disertakan di buku. Ini surprise banget. Saya akhirnya tahu ilustrasi cerpen surat kabar tahun 80 s/d 90-an. Seperti SN Rahardjo, Ipong Purnamasidhi, Setianto Riyadi, dst. Favorit saya, beberapa ilustrasi buatan GM Sudarta.

Nggak hanya ilustrasi, di dalam cerpen “Matinya Seorang Penari Telanjang” juga disisipkan beberapa jepretan foto dengan model Lola Amaria. Foto tersebut dibikin semacam plesetan sampul majalah “TEMPE”, “Femince”, “Kempes”, dst. Ngakak.

Ada lagi kejutan dalam buku ini. Terdapat Panil komik pada cerita “Panji Tengkorak Menyeret Peti” dan “Partai Pengemis” karya Hans Jaladara.

Kebayang nggak sih, buku ini komplit banget dan jadi istimewa dengan disertakannya karya-karya orang lain, yang membuat cerpen-cerpennya jadi lebih hidup.

Beberapa cerpennya sudah pernah saya baca di buku yang lain, namun saat membaca ulang dengan ilustrasi yang memikat, ada kenikmatan tersendiri.

Nggak heran kalau Seno mencantumkan, ”Nasib adalah kesunyian masing-masing” ~ Chairil Anwar, sebagai quote di halaman awal. Kisah-kisah dalam buku ini menceritakan segala macam kehidupan manusia dengan nasib yang menyertainya.

Buat saya, buku ini adalah harta karun yang berharga.