Lauk Daun

Buku ini menceritakan tentang situasi saat pandemi. Awalnya saya mengira “Lauk Daun” itu menu sehat saat pandemi yang terdiri dari sayur-mayur. Ternyata salah dong, “Lauk Daun” merupakan penyebutan simpel dari kata lockdown. Oalah.

Saya agak bingung bikin review buku ini. Terlalu banyak tokoh dan terlalu banyak kejadian. Tokoh utamanya tidak jelas yang mana, konflik utamanya juga membingungkan saking banyaknya kejadian.

Singkatnya begini, sebelum pandemi, kampung Merdeka dipimpin oleh Pak As sebagai ketua RT. Bu As yang ambisius dengan jabatan ketua PKK, membuat banyak acara dan wacana yang bukannya mendapat pujian, malah bikin ibu-ibu jengkel dengan seabrek kegiatan. Mulai dari jalan sehat, senam aerobics, sampai menciptakan kampung hijau. Perlawanan pun muncul di sana-sini, termasuk di grup chat ibu-ibu.

Lalu tibalah saat pandemi, waktunya berbarengan dengan pergantian RT. Ibu As pun diganti oleh Bu Rusdi. Saat situasi lockdown, bukannya suasana hening dan tenang, suasana di Kampung Merdeka justru makin panas. Bu Rusdi sebagai ketua PKK yang baru, makin stres dengan pro-kontra sebagian warga akibat penutupan portal saat lockdown, lalu menyulut pertengkaran sengit ibu-ibu di chat. Mendadak semua tokohnya jadi antagonis, semuanya menyebalkan. Terutama Yayuk.

Yayuk, wanita yang bolak-balik kawin cerai dan sering menjadi bahan gosip, akhirnya saat lockdown bisa membalaskan dendamnya pada ibu-ibu yang menyakiti hatinya. Endingnya astaga, Yayuk, kamu sadis banget.

Banyak dialog sehari-hari yang lucu dan receh. Walaupun kehidupan bertetangga seperti ini cukup relate dengan kehidupan saya, namun cerita yang dikemas secara satire ini bukan selera saya.

One thought on “Lauk Daun

Leave a comment