Cerpen & Dongeng Bobo

Majalah Bobo adalah media terdasyat yang sukses mencuci otak saya saat kecil dulu supaya gemar membaca fiksi dan mengamati ilustrasi cantik. Belum lagi kolom sahabat pena yang menghasut saya untuk berani menulis surat kepada teman-teman cilik diseluruh Indonesia.

Sungguh besar jasa redaksi Majalah Bobo yang telah mengajarkan saya betapa nikmatnya menikmati ilustrasi, membaca dan menulis.

Nah, untuk menggairahkan hasrat membaca yang makin loyo dan akun Goodreads yang mulai mangkrak, akhirnya saya memutuskan untuk baca Kumpulan Cerpen dan Dongeng Terbaik Bobo.

Saya suka melihat covernya, ilustrasi seorang anak yang sedang duduk manis menyimak neneknya yang sedang asyik bercerita. Cover ini di desain klasik dengan background berwarna merah dan sentuhan manis emboss emas dibagian tepi buku (atau majalah?).

Cerpen dan dongeng ini dipilih berdasarkan karya penulis favorit pembaca majalah Bobo dan mewakili era sepanjang 50 tahun majalah Bobo.

Penulis favorit saya dulu Ny. Widya Suwarna. Cerpennya dulu selalu saya baca belakangan sebagai gong terakhir. Ibarat makan fried chicken, cerpennya adalah kulit yang krispi, kudu disayang-sayang dan dimakan terakhir dengan khidmat.

Dibuku juga terdapat penulis Vanda Parengkuan dan Lena D yang nggak kalah bagusnya. Jika dulu saya suka cerpen dan dongeng karena ceritanya seru, maka disaat dewasa saya baru menyadari bahwa disetiap cerita selalu disisipi pesan moral.

Saya baru menyadari kalau Lena D ternyata ceritanya bagus-bagus. Ide ceritanya macem-macem dan jago sekali bikin dongeng. Plotnya juga penuh kejutan.

Selain penulis, saya dulu tergila-gila dengan ilustrasi buatan Mansyur Daman. Bahkan parafnya Man, saya tiru dan modifikasi sebagai tanda tangan saya. Tidak hanya itu, dulu saya juga sempat mengkliping cerpen yang ilustrasinya dibuat oleh beliau. Wahai gen Z, kalian ngerti kliping nggak? Wkwk.

Saat membuka buku ini, saya masih saja mengagumi ilustrasinya. Sangat detail, gemes lihatnya, wajah-wajahnya Indonesia banget, bahkan motif bajunya, korden, bahkan sandal jepit yang dipakai, masih nikmat untuk dilihatin berlama-lama. Puas banget melihat banyak karya beliau yang dimuat di buku ini.

Selain Man, saya juga suka ilustrasinya Yoyok. Bahkan sampai hari ini ilustrasinya terlihat kekinian. Kok bisa ya bikin ilustrasi nggak terlihat jadul gitu.

Favorit saya ada dalam cerpen Bentihe di Hutan Lehi Kuihi, ilustrasinya dinamis, gambar monyet-monyet lucu bergelantungan di dahan pohon. Cute!

Bintang 5/5 untuk buku ini. Sebuah harta karun yang berharga.

Brida

Curhat dulu. Akibat penjual buku salah kirim buku Paulo Chelho yang saya order & saya malas mengirim ulang untuk retur, jadi ya udah saya baca aja buku tanpa tahu resensinya.

Seperti pembaca Goodreads Indonesia yang lain yang hampir semua gagal paham maksud buku ini, ternyata saya juga nggak mudeng blass.

Bercerita tentang Brida, gadis berusia 21 tahun yang awalnya penasaran dengan pasangan jiwa. Walaupun Brida sudah punya pacar, namun dia masih belum yakin, apa iya si Lorens itu pasangan jiwanya?

Rasa penasaran tersebut membuat dia bertekad untuk mengasah intuisi dan bakatnya menjadi seorang penyihir. Penyihir di buku ini bukan seperti dongeng-dongeng yang pakai mantra-mantra gitu ya gaes ya. Penyihir yang dimaksud itu adalah orang yang paham tentang spiritualitas kuno, sehingga body and soulnya menyatu dengan alam semesta. Kira-kira gitu deh, wong saya ga mudeng.

Lalu bergurulah dia dengan Sang Magus, pria dewasa yang matang dan mempesona. Sejak awal pertemuan Sang Magus menyadari bahwa Brida adalah pasangan jiwanya. Tanda-tandanya jelas terlihat namun Magus diem aja, biarlah ntar Brida tahu-tahu sendiri suatu hari nanti.

Sang Magus mengajarkan Brida tentang Tradisi Matahari dan Tradisi Bulan. Di siang hari ia mengajari kebijakan Kosmos dan dimalam hari ia mengajari kebijakan Cinta.

Sekembalinya ke kota Brida berguru dengan Wicca, wanita dewasa. Dari beliau Brida diajarkan tentang okultisme. Seperti menbaca ramalan tarot, tarian, supernatural, misterius, yang gaib-gaib gitu deh.

Berhubung saya buta tentang okultisme dan ajaran katolik dsb, sulit sekali untuk memahami kisah ini. Ritual-ritualnya sungguh aneh dan hiyy.. ogah deh, ngelakuin ini semua. Sebagai contoh : pengikut-pengikutnya bertelanjang bulat lalu membentuk lingkaran disekitar api unggun, kemudian bercinta.

Serem.

Nggak heran kalau pembaca Indonesia pada bilang kalau gagal paham. Banyak jalan spiritual yang lebih aman, kalau ini mah.. yah, namanya juga novel.

Seperti biasa Paulo Chelho juga menyelipkan kalimat-kalimat indah dan penuh perenungan. Intinya sih buku ini memberikan pesan bahwa perjalanan spiritual tiap orang nggak sama, jadi ya nggak usah dibanding-bandingin sama diri sendiri lah ya, apalagi menuduh sesat.

Biasanya netizen +62 kan gituu. Wkwk.

Walaupun saya ngasih bintang dua, tapi kalian penasaran toh sama kisah mistis-mistis gini? Ngaku aja..

Mengincar Bung Besar

Buku “Mengincar Bung Besar” merupakan kumpulan beberapa artikel dari web Historia yang dibukukan. Menurut saya ini ide yang cukup bagus mengingat tulisan di web biasanya cepat dilupakan. Musti diakui bahwa versi cetak tetap lebih unggul untuk warisan generasi selanjutnya.

Sampulnya yang minimalis dan kekinian bisa memancing generasi muda untuk tertarik membacanya. Belum lagi embel-embel judulnya yang catchy, “Tujuh Upaya Pembunuhan Presiden Soekarno.” makin bikin penasaran. Terutama bagi anak muda yang baru tertarik dengan sejarah, namun ogah baca buku sejarah yang tebal dan bahasanya njelimet.

Buku ini saya baca selesai dalam sehari. Serasa baca artikel majalah sih emang, kalimatnya singkat, jelas, padat, tidak bertele-tele.

Kebayang nggak sih? Betapa ngerinya ketika Soekarno datang ke sekolah anak-anaknya sebagai wali murid, lalu tiba-tiba ada lemparan granat yang mengakibatkan banyak korban anak-anak di sekolah.

Yang paling ngeri ketika pesawat tempur yang dikendarai pilot angkatan udara menembaki ruang kerja istana dari atas. Bahkan tembakannya pas di kursi yang biasa diduduki Soekarno, beruntung saat itu beliau tidak ada di tempat. Saya membayangkan betapa ngerinya istana negara jadi porak-poranda. Itu tentara kok tega-teganya berkhianat.

Peristiwa yang paling banyak dibicarakan orang sepertinya saat Soekarno melaksanakan sholat Idul Adha. Lagi asyik-asyiknya sholat, tahu-tahu ada tembakan. Seseorang yang berada disamping Soekarno terkena tembakannya. Sholat pun buyar seketika karena jemaah kocar-kacir menyelamatkan diri.

Jika situasi tersebut terjadi saat media sosial udah eksis, wadidaww, pasti udah viral dan dibicarakan berminggu-minggu dan menggeser semua berita yang ada.

Berhala

Beruntung sekali saya nemu buku ini tanpa sengaja. Ternyata isinya bagus, cara berceritanya waduh, keren banget, saya terkagum-kagum sembari baca. 13 cerpen yang ditulis dalam kurun waktu tahun 1979 s/d 1986 ini hampir seluruhnya saya beri score 5/5.

Walaupun judulnya Berhala, tidak ada cerpen yang dengan judul tersebut di buku ini. Berhala merupakan benang merah dari keseluruhan cerpen yang isinya keterikatan pada hal-hal yang sifatnya duniawi.

Berhala juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Prancis, dan Jepang. Buku yang saya miliki merupakan cetakan pertama dari DIVA Press tahun 2017. Sampulnya dibuat oleh Amalina, sebuah ilustrasi sebuah tangan yang menyibak langit, cakep banget dengan warna biru tua dan merah. Di halaman pembuka terdapat pengantar dari Umar Kayam tentang novel-novel Darmanto.

! – 4/5
Zizit, adik perempuannya selalu membuat ia jengkel dengan sikap sok dermawannya. Tiap hari Zizit menggantungkan nasi bungkus di pagar dan menyediakan sejumlah uang untuk pengemis yang datang ke depan rumah.

“Aku tidak mau mereka mengotori pemandanganku. Mengotori tempatku. Bikin risi aku. Aku seorang yang bersih sudah sepantasnya menghindari yang kotor-kotor. Adalah hakku untuk tidak sudi melihat mereka. Hakku, Zizit!”

Panggung – 5/5
Dari keseluruhan isi buku, cerpen ini yang paling saya suka. Plot twistnya banyak.

Bercerita tentang anak seorang pejabat tinggi Bappenas yang membenci kemunafikan bapaknya. Dengan tega, dia menembak ayahnya dengan pistol di depan para pejabat Bappenas dan pejabat IGGI.

“Kebencianmu terhadap ayahmu sudah kelewatan.”

Pelajaran Pertama Seorang Wartawan – 5/5
Bambang, merupakan wartawan yang masih baru, jam terbangnya masih pendek, namun dia mempunyai prinsip yang kuat. Dia selalu menolak amplop yang ditawarkan, bahkan dengan kepolosannya, dia tidak mampu membedakan uang saku dan amplop. Kenaifannya itu membuatnya berada dalam situasi yang pelik.

“Mas tidak berbakat jadi wartawan.”

Memang Lidah Tak Bertulang – 5/5
Dalam pengejarannya menangkap Kasfar, penjahat kakap di sebuah gubuk, Kasfar minta ampun padanya untuk tidak ditangkap. Apa saja akan dia lakukan asal bebas demi keluarganya.

“Kami butuh beking, Pak. Jika Bapak tidak keberatan….”

”Anakmu bukanlah anakmu,” ujar Gibran – 5/5
Niken, anaknya yang masih mahasiswi di fakultas kedokteran mengaku hamil. Siapa yang menghamilinya, Niken tidak mau mengaku. Demi nama baik keluarga, untuk sementara Niken disembunyikan di sebuah rumah kontrakan sampai ia melahirkan.

“Niken adalah anak saya. Biarlah keputusan akhir berada di tangan saya dan istri saya.”

Selamat Jalan, Nek – 4/5
Eyang putri telah mendidik anak cucunya untuk mengerti hari. Menghargai hari. Lalu memilih hari baik untuk kematiannya.

“Eyang bakal mati pada Selasa Kliwon dini hari, tujuh hari mendatang.”

Dinding Ibu – 4/5
Hari itu dia diminta hadir dalam pertemuan yang dianggap penting dalam hidup ibunya. Di sebuah hotel mewah, Ayah, dia dan adik-adiknya untuk pertama kalinya menyaksikan kembaran Ibunya.

Pundak yang Begini Sempit -5/5
Setiap kali dia mengerjakan pekerjaannya sebagai petrus (penembak misterius), lelaki berkerudung itu tiba-tiba muncul di dekat targetnya. Ia membunuh hanya dengan memejamkan matanya.

“Pasti ia tukang santet yang membunuh dengan ilmu hitamnya.”

Gemertak dan Serpihan-Serpihan – 5/5
Iming-iming uang dan sepetak tanah membuat dia bersedia membakar seluruh rumah petak dikampungnya yang terancam digusur. Namun tidak semua bersedia angkat kaki.

“Kita akan bertahan di sini sampai titik darah penghabisan.”

Dinding Anak – 5/5
Ketika dia koma di rumah sakit, dilihatnya Izrail, malaikat maut muncul di hadapannya. Namun Tuhan masih memberinya kesempatan hidup.

Selang lama berlalu, tiba-tiba dia melihat Izrail muncul di halaman rumahnya. Namun bukan dia yang didekati, melainkan Bibit, anak bungsunya yang masih berusia 4 tahun.

“Ini tidak adil! Mengapa justru Bibit yang dipilih? Kenapa bukan saya, bangkotannya. Kenapa bukan kamu, ibunya?”

Pageblug – 3/5
Sudah tiga minggu sebanyak 21 desa diserang pageblug, wabah. Pak Kiai Kasan mengumpulkan anak-anak untuk melawan wabah. Berbekal obor dan tembang, mereka berkeliling ke seluruh desa.

Langit Menganga – 5/5
Sudah satu bulan Ayahnya ditahan karena dituduh melakukan pembunuhan. Ayahnya memang jelas seorang dukun, namun mereka sekeluarga tidak percaya, bagaimana mungkin Ayahnya pembunuh? Misteri yang menyelimuti Ayahnya sulit dibedah oleh siapa pun, termasuk keluarganya.

Cendera Mata 4/5
Wiwin, gadis kecil murid SD Palmerah mendadak terkenal karena air matanya. Ketika menangis, air matanya mengeluarkan benang. Keanehannya membuat ia dikenal banyak orang, bahkan sampai bertemu dengan Presiden.

Komunikasi

Gara-gara Pemilu dan sering mengamati tokoh-tokoh yang bicaranya keren, saya jadi termotivasi dan pengen punya strategi komunikasi yang lebih baik.

Maka mulailah saya mencari buku tentang komunikasi.

Buku yang saya punya merupakan versi terjemahan dari Renebook. Isinya ternyata lumayan menarik, ada 44 ide komunikasi yang bisa diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari agar dapat berbicara lebih efektif.

Tiap ide dibahas secara ringkas dan to the point, rata-rata sekitar 2 halaman. Jadi nggak ngabisin waktu baca dikala sibuk melanda.

Ada 1 hal yang menarik yang ingin saya ceritakan kembali di sini.

Ernest Hemingway pernah mengklaim bahwa ia bisa menulis novel dalam enam kata. Saat teman-temannya bertaruh $10 bahwa ia cuma membual, Hemingway udah selesai menulis di kertas tisu, “Dijual : sepatu bayi, belum pernah dipakai.”

Kalimat singkat yang bisa menggambarkan sebuah kesedihan kehilangan bayi.

Selain itu Larry Smith, pendiri dan editor majalah Smith, punya pertanyaan standar dalam beberapa wawancara, “Bisakah Anda menyampaikan kisah hidup Anda dalam enam kata?”

Langsung mikir kan? Wkwk.

Prinsip enam kata membuat kita tidak berbelit-belit atau ngalor ngidul yang tidak ada ujungnya. Sehingga sebelum menulis atau berbicara, kita bisa mengajukan pertanyaan ini pada diri sendiri: Apa yang benar-benar ingin saya katakan dan bisakah saya mengatakannya dengan lebih ringkas?

Buku bagus, praktis dan bisa dibaca berulang-ulang untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-sehari.