A Note of Kim

Saya tertarik beli ini karena suka dengan covernya yang berwarna pink dengan ilustrasi yang menggemaskan.

Saat saya membuka plastik kemasannya, ada kejutan menyenangkan. Tanda tangan si penulis, satu set stiker untuk bahan journaling dan sebuah pembatas buku.

Terus terang saya baru denger nama Fanny Fatullah alias bebeklucu. Saya juga baru menyadari saat membaca sampul bahwa ini sekuelnya You Told Me So. Hmm.. mustinya baca yang itu dulu ya.

Oke, jadi ternyata ini kisah sehari-hari Kimmy, anak perempuan berusia 3 tahun yang tinggal berdua dengan papanya, Dinan.

Dibagian awal bab, Ana, adik perempuan Dinan berupaya membujuk Dinan untuk balik Jakarta. Demi Kimmy, supaya lebih dekat dengan ibu kandungnya.

Singkat cerita, kehidupan Kimmy mulai terlihat menyenangkan setelah pindah Jakarta dan mulai sekolah.

Layaknya anak jaman sekarang, Kimmy biasa ngobrol secara bilingual, berbahasa Inggris dan Indonesia.

Ya namanya juga masih balita dan belum fasih ngomong, tentunya dialognya juga masih amburadul, tapi celotehan anak umur segitu yang baru bisa ngomong memang menggemaskan ya.

Sayangnya lama-lama capek juga baca dialog Inggris-Indonesia campur baur. Harap maklum, saya bukan anak Jaksel.

Sebagai bumbu penyedap novel, ada kisah cinta malu-malu tapi mau antara papanya Kimmy dan Sandra, guru sekolahnya.

Yang menurut saya awalnya kurang smooth, seperti dipaksakan. Guru ketemuan sama wali murid diluar jam kerja untuk membicarakan anak didiknya. Plis, kesannya nggak profesional. Alasannya juga mengada-ada.

Makin ga masuk logika ketika Miss Sandra ke apartemen Kimmy. Walaupun akhirnya dia dibayar untuk menjaga Kimmy ketika Papanya sibuk, tapi plis deh. Ga kebayang ada guru berkunjung ke rumah, walaupun guru favorit. Ngeri amat hahaha.

Mohon maaf, saya lelah sekali baca novel ini. Ceritanya ringan, tapi alurnya yang bertele-tele membuat saya yang nggak sabaran ini jadi kelelahan.

Walau begitu novel ini tetep saya baca sampai selesai, siapa tahu nemu plot twist. Sampai akhirnya saya ngeh dipertengahan bab. Ibarat nonton Netflix, buku ini tidak menyajikan film layar lebar, tapi seperti serial anak-anak.

Yang saya sesalkan, sampai halaman terakhir saya belum sanggup membayangkan Kimmy ini seperti apa. Deskripsi yang diulang-ulang hanya gemuk menggemaskan. Jadi gimana saya bisa jatuh cinta sama Kimmy seperti semua tokoh di buku ini, kalau membayangkan wajahnya saja saya ga mampu.

Karakter paling kuat justru Ana. Cerewet, ngeselin, kadang galak namun penyayang. Saya malah merasa kalau dari sudut pandang Ana mungkin lebih seru, karena pasti banyak ngedumelnya.

Leave a comment